Oleh:

drh. Mas Djoko Rudyanto, MS

(Auditor  Halal Nasional LPPOM MUI Provinsi Bali)

 

Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan telah mensyaratkan bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) di Indonesia harus dijalankan menurut Syar’i Islam. Yang menjadi pertanyaan, apakah semua RPH dan RPU sudah benar-benar dijalankan sesuai aturan Islam dan apakah Pemerintah pernah menginstruksikan bahwa semua RPH/RPU harus diaudit halal oleh LPPOM MUI Provinsi? Jawabannya, tidak semua RPH/RPU benar-benar dijalankan sesuai aturan Islam. Dan, Pemerintah tidak pernah menginstruksikan bahwa semua RPH/RPU harus diaudit halal oleh LPPOM MUI Provinsi. Fakta di lapangan, hampir 90 persen pimpinan atau pengusaha bahkan tukang sembelih (kaum) di RPH/RPU tidak mengerti apa arti halal dan persyaratan tentang penyembelihan halal.

Dalam penetapan kehalalan suatu produk hasil penyembelihan ternak sesuai Syar’i Islam telah diatur berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Ada dua Fatwa penting yang mengatur masalah ini. Pertama, Fatwa tentang Penyembelihan Hewan Secara Mekanis tanggal 18 Oktober 1976. Di dalam fatwa ini diputuskan bahwa penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi persyaratan ketentuan syar’i dan hukumnya sah dan halal, dan oleh karenanya diharapkan supaya kaum Muslimin tidak meragukannya. Kedua, Fatwa Nomor 12 tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal. Di dalam Fatwa ini telah diputuskan:

  1. Standar hewan yang disembelih:
    1. Hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan.
    2. Hewan harus dalam keadaan hidup ketika disembelih.
    3. Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan.
  2. Standar penyembelih:
    1. Beragama Islam dan sudah akil baligh (dewasa).
    2. Memahami tata cara penyembelihan secara syar’i.
    3. Memiliki keahlian dalam penyembelihan.
  3. Standar alat penyembelih:
    1. Alat penyembelihan harus tajam.
    2. Alat dimaksud bukan kuku, gigi/taring atau tulang.
  4. Standar proses penyembelihan:
    1. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut asma Allah (mengucap ’bismillah’).
    2. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari’/esofagus), saluran pernafasan (hulqum/trakhea) dan dua pembuluh darah (wadaja’in/vena jugularis dan arteri karotis)
    3. Penyembelihan dilakukan dengan satu kali irisan dan secara cepat.
    4. Memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
    5. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.
  5. Standar pengolahan, penyimpanan dan pengiriman:
    1. Pengolahan dilakukan setelah hewan dalam keadaan mati oleh sebab penyembelihan.
    2. Hewan yang gagal penyembelihan harus dipisahkan.
    3. Penyimpanan dilakukan secara terpisah antara yang halal dan haram.
    4. Dalam proses pengiriman daging, harus ada informasi dan jaminan mengenai status kehalalannya, mulai dari penyiapan (seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam kontainer), pengangkutan (seperti pengapalan/shipping) hingga penerimaan.
  6. Lain-lain:
    1. Hewan yang akan disembelih, disunnahkan untuk dihadapkan ke kiblat.
    2. Penyembelihan semaksimal mungkin dilaksanakan secara manual, tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan semacamnya.
    3. Stunning (pemingsanan) untuk mempermudah proses penyembelihan hewan hukumnya boleh (halal) dengan syarat:
        i.      Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen.
      ii.      Bertujuan untuk mempermudah penyembelihan.
    iii.      Pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan.
    iv.      Peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya syarat di atas serta tidak digunakan antara hewan halal dan haram (babi) sebagai langkah preventif.
    v.      Melakukan penggelonggongan hewan, hukumnya haram.

Direkomendasikan untuk Pemerintah diminta menjadikan Fatwa ini sebagai pedoman dalam penentuan standar penyembelihan hewan yang dikonsumsi oleh umat Islam. Pemerintah harus segera menerapkan standar penyembelihan yang benar secara hukum Islam dan aman secara kesehatan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Rumah Pemotongan Unggas (RPU) untuk menjamin hak konsumen muslim dalam mengkonsumsi hewan halal dan thoyyib. Untuk menindaklanjuti Fatwa ini diharapkan Pemerintah melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bekerjasama dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obatan-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) untuk melakukan auditing halal bagi semua RPH/RPU yang ada di wilayah masing-masing provinsi.

Pemingsanan pada ayam menggunakan air beraliran listrik tegangan rendah sebelum disembelih